Kita sering merasa sulit memaafkan orang telah menyebabkan kita menderita. Memang itu bukan perkara yang mudah. Tetapi sesungguhnya, “memafkan” bukanlah untuk kepentingan mereka yang bersalah kepada kita, melainkan untuk kebaikan diri kita sendiri.
Merasa marah, benci, atau sakit hati setelah seseorang menyakiti kita pada sebuah peristiwa tertentu berarti kita mengizinkan orang tersebut menyakiti kita terus-menerus.
Mengapa kita mengizinkan orang tersebut menikmati kesenangan “terus-menerus” meski mengetahui bahwa hidup kitalah yang terus menderita akibat perlakuannya?
Mengapa tidak sebalikanya, kita menunjukkan bahwa kita telah “move on” dan hidup dengan baik? Dengan begitu, kita telah menghentikan rasa “senang” mereka terhadap penderitaan kita. Bukankah itu pilihan yang lebih baik? Baca entri selengkapnya »