Maaf

Februari 15, 2018

Kita sering merasa sulit memaafkan orang telah menyebabkan kita menderita. Memang itu bukan perkara yang mudah. Tetapi sesungguhnya, “memafkan” bukanlah untuk kepentingan mereka yang bersalah kepada kita, melainkan untuk kebaikan diri kita sendiri.

Merasa marah, benci, atau sakit hati setelah seseorang menyakiti kita pada sebuah peristiwa tertentu berarti kita mengizinkan orang tersebut menyakiti kita terus-menerus.

Mengapa kita mengizinkan orang tersebut menikmati kesenangan “terus-menerus” meski mengetahui bahwa hidup kitalah yang terus menderita akibat perlakuannya?

Mengapa tidak sebalikanya, kita menunjukkan bahwa kita telah “move on” dan hidup dengan baik? Dengan begitu, kita telah menghentikan rasa “senang” mereka terhadap penderitaan kita. Bukankah itu pilihan yang lebih baik? Baca entri selengkapnya »


Kentang, Telur, dan Biji Kopi

September 26, 2017

Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan yang mengeluh kepada ayahnya bahwa hidupnya sengsara dan bahwa dia tidak tahu bagaimana dia akan berhasil. Dia lelah berjuang dan berjuang sepanjang waktu.Tampaknya hanya salah satu dari masalahnya yang dapat ia selesaikan, kemudian masalah yang lainnya segera menyusul untuk dapat diselesaikan.

Ayahnya yang juga seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya di atas api yang besar. Setelah tiga panci tersebut mulai mendidih, ia memasukkan beberapa kentang ke dalam sebuah panci, beberapa telur di panci kedua, dan beberapa biji kopi di panci ketiga.

Kemudian ia duduk dan membiarkan ketiga panci tersebut di atas kompor agar mendidih, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepada putrinya. Putrinya mengeluh dan tidak sabar menunggu, bertanya-tanya apa yang telah ayahnya lakukan.

Setelah dua puluh menit, ia mematikan kompor tersebut. Ia mengambil kentang dari panci dan menempatkannya ke dalam mangkuk. Ia mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk.

Kemudian ia menyendok kopi dan meletakkannya ke dalam cangkir. Lalu ia beralih menatap putrinya dan bertanya, “Nak, apa yang kamu lihat?” Baca entri selengkapnya »


Belajar Mendengar

Juni 3, 2016

Belajar Mendengar

Seorang ibu bertanya kepada anaknya yang berusia 5 tahun, “Kalau mama dan kamu sedang pergi bermain bersama, lalu kita kehausan tapi tidak ada air, dan kebetulan di dalam tas kecil kamu ada 2 buah apel, apa yang kamu akan lakukan?”

Si anak berpikir sejenak, lalu menjawab mantap, “Saya akan menggigit kedua apel tersebut.”

Mendengar jawaban si anak, ibunya pun kecewa. Awalnya ia berpikir untuk segera mengajarkan anaknya mengenai apa yang seharusnya dilakukan, namun sang ibu terdiam dan mencoba bersabar.

Baca entri selengkapnya »


Kisah Kakek Penjual Amplop

April 18, 2012

Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu. Baca entri selengkapnya »


Belajar Cinta Dari Cicak

Januari 9, 2010

Belajar Cinta Dari Cicak

Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor cicak terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah surat.

Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek surat itu, ternyata surat tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana cicak itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun? Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikit pun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.
Baca entri selengkapnya »